Senin, 04 April 2011

Bahas Debt Collector, DPR Panggil BI-Citibank

"Ini harus ditertibkan. Ini harus diatur oleh Bank Indonesia."

SENIN, 4 APRIL 2011, 06:07 WIB

VIVAnews - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi perbankan akan memanggil jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dan manajemen Citibank untuk membahas soal jasa penagih utang (debt collector). Rencananya, DPR akan memanggil BI dan Citibank, besok, Selasa, 5 April 2011.

"Guna menertibkan dan agar sesuai keluhan masyarakat tentang
debt collector, Komisi XI akan panggil BI dan Citibank hari Selasa, 5 April 2011," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi, kepada VIVAnews.com.

Achsanul menilai, BI harus bisa menertibkan dan mengatur tentang
debt collector atau perusahaan-perusahaan penagih utang di perbankan. Apalagi masalah utang-piutang seharusnya tidak ditangani pihak ketiga.

"Ini harus ditertibkan. Ini harus diatur oleh Bank
Indonesia. Kredit macet adalah risiko bank, jangan diserahkan ke pihak lain," ujar Achsanul.

Menurut dia, penjualan aset kredit dari kreditor yang macet, seharusnya mendapat persetujuan nasabah. Sebab, perjanjian kredit dibuat nasabah dan bank. Kredit macet pun terkadang bukan akibat kesalahan nasabah, ada juga bank yang berperan membuat kredit menjadi macet.

"Tapi, perbankan di
Indonesia ini malas, maunya jalan pintas. Aset kredit macet dijual dengan cara diskonto, sehingga pihak lain yang menagih. Nah, pihak lain ini tidak mengerti tata cara perbankan, yang mereka tahu cara premanisme. Jadilah seperti kekerasan, intimidasi," ucap Achsanul.

Menurut dia, hal seperti itu diduga kerap dipraktikkan perbankan tertentu yang beroperasi di
Indonesia. "Ini tidak bagus dalam dunia perbankan, jalan itu diubah menjadi cara premanisme," ujarnya.

Achsanul mengungkapkan, aturannya kalau terjadi kredit macet, sebelum menjual aset ke pihak ketiga bank harus melakukan sejumlah langkah, antara lain rekondisi, yakni pembaruan persyaratan, restrukturisasi, hingga struktur periode jatuh tempo utang diubah. "
Ada lagi dijadwal ulang," ujarnya.

Sebab itu, dia mendorong BI campur tangan mengenai urusan tersebut. Menurut dia, tidak perlu dibuat undang-undang baru, tetapi BI bisa mengeluarkan
surat edaran kepada bank.

"Ini yang BI harus turun tangan. Tidak perlu buat UU, cukup
surat edaran atau peraturan BI tentang penjualan aset kredit, harus melihat debitornya dulu," kata Achsanul.

"Jangan sampai debitor yang sedang mengalami kesulitan, misalnya pabrik tahu terbakar, itu kan bermasalah. Tidak mungkin bayar dong, kemudian diberikan ke debt collector. Kan kesulitan nasabah jadi dobel, sedangkan debt collector tidak mau tahu," tuturnya.

Bayu Galih, Suryanta Bakti Susila VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar