Kelas : 4EB04
Kelompok : 8
Nama Anggota Kelompok :
- Anton Harto K (20210942)
- Muhammad Safiq (24210815)
- Anton Harto K (20210942)
- Muhammad Safiq (24210815)
- Rudi Syaefudin (26210267)
- Satrio Budi P (26210411)
- Wahyu Pribadi (28210434)
Konvergensi PSAK ke IFRS
Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI
tahun 2009 dan 2010.
"Sasaran konvergensi IFRS yang
telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material
sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun
2011/2012," demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada
Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan
Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu.
Program konvergensi DSAK selama
tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, yang meliputi:
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IAS 21 The effects of changes in
foreign exchange rates
3. IAS 27 Consolidated and separate
financial statements
4. IFRS 5 Non-current assets held
for sale and discontinued operations
5. IAS 28 Investments in associates
6. IFRS 7 Financial instruments:
disclosures
7. IFRS 8 Operating segment
8. IAS 31 Interests in joint
ventures
9. IAS 1 Presentation of financial
10. IAS 36 Impairment of assets
11. IAS 37 Provisions, contingent
liabilities and contingent asset
12. IAS 8 Accounting policies,
changes in accounting estimates and errors
Program konvergensi DSAK selama tahun 2010 adalah sebanyak 17 Standar sebagai berikut:
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 41 Agriculture
3. IAS 20 Accounting for government
grants and disclosure of government assistance
4. IAS 29 Financial reporting in
hyperinflationary economies
5. IAS 24 Related party disclosures
6. IAS 38 Intangible Asset
7. IFRS 3 Business Combination
8. IFRS 4 Insurance Contract
9. IAS 33 Earnings per share
10. IAS 19 Employee Benefits
11. IAS 34 Interim financial
reporting
12. IAS 10 Events after the
Reporting Period
13. IAS 11 Construction Contracts
14. IAS 18 Revenue
15. IAS 12 Income Taxes
16. IFRS 6 Exploration for and
Evaluation of Mineral Resources
17. IAS 26 Accounting and Reporting
by Retirement Benefit Plan
Banyaknya standar yang harus
dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat
bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan dipersiapkan
sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini
dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan. Ditambahkan bahwa tantangan
konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan
publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris
dan penilai.
Akuntan Publik diharapkan dapat
segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate
SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan
Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses
konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman,
melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta
berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya. Akuntan Akademisi/Universitas
diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk mengupdate
pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai
penelitian yang terkait serta Memberikan input/komentar terhadap ED dan
Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB. Regulator perlu melakukan
penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan
serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait
dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan aktuaris. Asosiasi Industri
diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri yang sesuai dengan
perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas
berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif
memberikan input/komentar kepada DSAK IAI. Program Kerja DSAK lainnya yaitu:
Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK
Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi dari IFRS dan diterbitkan sebelum
2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah;
Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009; Memberikan komentar dan masukan
untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB; Aktif berpartisipasi dalam
berbagai pertemuan organisasi standard setter, pembuat standar
regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif dengan
regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi IFRS. IFRS merupakan standar akuntansi
internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board
(IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting
Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar
Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi
Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal
(IFAC). Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional
(AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi.
Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar
akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id) Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan
International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973
sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC).
Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan
pengembangan standar yang dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting
Standards mencakup:
• International Financial Reporting
Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
• International Accounting Standards
(IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
• Interpretations yang diterbitkan
oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) –
setelah tahun 2001
• Interpretations yang diterbitkan
oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
(www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal
pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan
definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi
digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu
harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan
biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk
menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya
transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal
neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria
yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut
dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan
jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan
dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan
(Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai
laporan keuangan (Chariri, 2009).
Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan
bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih
mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI
bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012
akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Dari data-data di atas kebutuhan
Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah
menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam
perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan
standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting
Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang
dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Adapun
posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada
tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut
ini.
Tabel
1:
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke
dalam PSAK hingga 31 Desember 2008
1. IAS 2 Inventories
2. IAS 10 Events after balance sheet
date
3. IAS 11 Construction contracts
4. IAS 16 Property, plant and
equipment
5. IAS 17 Leases
6. IAS 18 Revenues
7. IAS 19 Employee benefits
8. IAS 23 Borrowing costs
9. IAS 32 Financial instruments:
presentation
10. IAS 39 Financial instruments:
recognition and measurement
11.
IAS 40 Investment propert
Tabel
2:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam
PSAK pada Tahun 2009
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 4 Insurance contracts
3. IFRS 5 Non-current assets held
for sale and discontinued operations
4. IFRS 6 Exploration for and
evaluation of mineral resources
5. IFRS 7 Financial instruments:
disclosures
6. IAS 1 Presentation of financial
statements
7. IAS 27 Consolidated and separate
financial statements
8. IAS 28 Investments in associates
9. IFRS 3 Business combination
10. IFRS 8 Segment reporting
11. IAS 8 Accounting policies,
changes in accounting estimates and errors
12. IAS 12 Income taxes
13. IAS 21 The effects of changes in
foreign exchange rates
14. IAS 26 Accounting and reporting
by retirement benefit plans
15. IAS 31 Interests in joint
ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent
liabilities and contingent assets
18.
IAS 38 Intangible assets
Tabel
3:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam
PSAK pada Tahun 2010
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 20 Accounting for government
grants and disclosure of government assistance
3. IAS 24 Related party disclosures
4. IAS 29 Financial reporting in
hyperinflationary economies
5. IAS 33 Earning per share
6.
IAS 34 Interim financial reporting
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur
standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar
akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama
standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin
berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk
akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk
transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY) Indonesia harus mengadopsi standar
akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk
memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau
sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan
perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Membahas tentang IAS saat ini
lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara
lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).
Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah
perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi
perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions) Iqbal, Melcher dan Elmallah
(1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk
transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara
yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu
perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat
mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard
akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan
multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam
perdagangan multinasional. IASC didirikan pada tahun 1973 dan
beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun
1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104
negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan
standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya
untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk
pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan
pelaporan keuangan. IASC memiliki kelompok konsultatif
yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang
mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga
pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini
bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang
berkaitan dengan peranan IASC. IFRS (Internasional Financial
Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan
global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi
informasi keuangan.
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa
laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam
laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna
dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang
memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya
yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Manfaat dari adanya suatu standard
global:
1. Pasar modal menjadi global dan
modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart
pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di
seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local
2. investor dapat membuat keputusan
yang lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat
memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari
aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard
global yang berkualitas tertinggi.
Hamonisasi telah berjalan cepat dan
efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi
standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak Negara yang telah
mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standard
nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional
dan pengguna laporan keuangan lainnya. Usaha-usaha standard internasional
ini dilakukan secara sukarela, saat standard internasional tidak berbeda dengan
standard nasional, maka tidak akan ada masalah, yang menjadi masalah, apabila
standard internasional berbeda dengan standard nasional. Bila hal ini terjadi,
maka yang didahulukan adalah standard nasional (rujukan pertama). Banyak pro dan kontra dalam
penerapan standard internasional, namun seiring waktu, Standard internasional
telah bergerak maju, dan menekan Negara-negara yang kontra. Contoh : komisi
pasar modal AS, SEC tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang
diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS,
namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal
AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah menyatakan
dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standard akuntansi yang digunakan
dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas. Dengan pengadopsian IFRS memang
diperuntukkan sebagai contoh bahwa dalam hidup kita memang mengalami perubahan,
dan perubahan ini terjadi akibat adanya perkembangan dari segala aspek. Namun
dalam mengadopsi IFRS , sayangnya masih terdapat pihak-pihak yang mungkin
menentangnya, contoh alasannya adalah pemahaman yang mungkin masih dirasa
kurang. Mengapa tidak, IFRS ini dalam penjelasannya masih menggunakan bahasa
Inggris yang berarti kita harus menerjemahkannya kedalam bahasa yang sesuai
dengan Negara yang akan menganutnya. Dengan ini, permasalahannya adalah kita
memerlukan banya waktu untuk menerjemahkan. Serta anggapan bahwa dengan
pengubahan ini menimbulkan biaya yang lumayan besar. Karena inilah pengadopsian
IFRS di Indonesia belum berjalan. Pengertian konvergensi IFRS yang
digunakan merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus
diatur dalam standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi
IFRS adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh
ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRSs sebagaimana yang diatur
dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements paragraf 19-24. Pengertian konvergensi IFRS sebagai adopsi penuh sejalan dengan pengertian yang
diinginkan oleh IASB. Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama
dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Di sisi lain, tanpa perlu
mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi
beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full
adoption. Misalnya, ketika IAS 17 diadopsi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa
mengatur leasing tanah berbeda dengan IAS 17. Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan
dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan
peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara
PSAK dengan IFRS. Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) –
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target
penyelesaian tahun 2012. Sepanjang tahun 2009, DSAK-IAI sudah mengesahkan 10
PSAK terbaru, 5 ISAK, dan mencabut 9 PSAK berbasis industri dan mencabut 1
ISAK.
IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base.
- Mengurangi peran dari badan otoritas dan panduan terbatas pada industri-industri spesifik.
- Pendekatan terbesar pada subtansi atas transaksi dan evaluasi dimana merefleksikan realitas ekonomi yang ada.
- Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional
- Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.
- Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
- Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.
Permasalahan yang dihadapi dalam impementasi dan adopsi IFRS :
- Translasi Standar Internasional
- Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional
- Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
- Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional Seperti contoh IFRS menekankan pada fair value dan meninggalkan historical value.
Sasaran Konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Berikut roadmap yang dilakukan DSAK menuju konvergensi IFRS 2012:
- Tahap adopsi (2008-2010); Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku.
- Tahap persiapan akhir (2011); Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
- Tahap implementasi (2012); Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Memang tidak mudah bagi DSAK dalam melakukan konvergensi ini. Proses konvergensi dilakukan secara bertahap karena ada proses yang harus didiskusikan dengan beberapa instansi dan disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Contoh halnya yang berkaitan dengan peraturan perpajakan, dan policy pemerintah yang sudah berjalan.
Kesimpulan dari penulisan ini adalah kita tidak dapat menolak arus globalisasi.
Mau tidak mau dan cepat atau lambat kita harus segera mengejar target
konvergensi IFRS tersebut. Bagaimanapun juga agar negara kita dapat disetarakan
dalam kegiatan perekonomian internasional, begitupun dalam pembuatan laporan
keuangan dapat diakui secara internasional. Semakin derasnya arus investasi
asing di Indonesia, tentunya kita tidak ingin hanya jadi penonton di negara
sendiri. Kita harus siap bersaing dengan tenaga asing, khususnya akuntan luar
negeri yang akan berdatangan sehubungan akan tingginya permintaan akuntan
berstandar internasional.
Bandingkan antara cost principle dengan fair value accounting.
Sekarang bukan waktu yang baik bagi akuntansi publik. Kegagalan Enron menyebabkan adanya skeptivisme terhadap cara perusahaan menyiapkan laporan keuangan dan bagaimana auditor menguji reliabilitas dari laporan keuangan tersebut. Anderson sebaga kantor akuntan publik yang mengaudit Enron harus bertanggung jawab dan telah terbukti bersalah menyebabkan bangkrutnya perusahaan tersebut. Faktanya, manipulasi akuntansi sekarang terlihat biasa bahwa banyak orang setuju dengan penelitian Stewart (pada artikel sebelumnya) yang menyatakan bahwa hampir setiap perusahaan membelokkan peraturan akuntansi untuk meratakan laba dan memenuhi ekspektasi analis. Dalam usaha untuk mengatasi pelanggaran akuntansi dan mengembalikan kredibilitas akuntan publik, Sarbanes-Oxley Act of 2002 membentuk Public Company Accounting Oversight Board yang berwenang menentukan peraturan baru atas akuntan publik independen yang mengaudit perusahaan yang telah mempublik. Stewart lebih menyalahkan sistem akuntansi daripada manajer perusahaan atau auditor. Sumber dari segala malpraktek adalah akuntansi terlalu jauh dari nilai; tidak lagi menghitung yang seharusnya dihitung. Publik membutuhkan laba yang memberikan arah yang handal untuk nilai intrinsik. Stewart menawarkan perubahan mendasar pada misi akuntan yaitu pengukuran dan pelaporan laba ekonomik (economic profit). Walaupun demikian, “economic profit” yang dimaksud oleh Stewart bukanlah definisi menurut ahli ekonomi. Sir John Hicks, mendefinisikan laba ekonomi adalah perbedaan antara nilai sekarang aset dikurangi kewajiban pada awal dan akhir perioda, disesuaikan dengan tambahan investasi oleh atau pengeluaran kepada pemilik selama perioda tersebut. Sedangkan konsep economic profit menurt Stewart adalah suatu aliran yang berkelanjutan (sustainable flow) atau yang biasa disebut sebagai Economic Value Added (EVA). Stewart mengajukan beberapa reformasi penting yang harus dimasukkan ke GAAP. Mungkin yang paling penting, Stewart memisahkan untung dan rugi atas dana pensiun dari biaya pensiun tahunan. Selain itu, menyajikan oportunity cost of employee stock option sebagai biaya. Tapi penulis juga tidak setuju dengan reformasi secara komprehensif atas GAAP Accounting. Penulis setuju bahwa angka-angka dalam GAAP accounting memiliki keterbatasan bagi investor yang ingin mengetahui nilai ekonomik dari perusahaan atau untuk manajer yang berusaha untuk berinvestasi akan meningkatkan nilai dan keputusan operasi. Meskipun Penulis menolak sebagian besar usulan stewart, penulis menyarankan bahwa banyak perusahaan akan lebih bernilai jika GAAP tradisional dilengkapi informasi tambahan atas laba ekonomik (akan kelihatan lebih cantik) seperti definisi stewart. Dalam hal bahwa sebuah perusahaan memiliki masalah kredit dalam ekonomi bermasalah, penggunaan akuntansi nilai wajar bisa menguntungkan mereka.Pada saat yang sama jika ekonomi stabil dan nilai dari segala sesuatu secara signifikan turun, ini akan menjadi masalah lain. Penggunaan nilai wajar secara drastis dapat membantu perusahaan mendapatkan disetujui untuk pinjaman, namun, jika perusahaan melakukan mengerikan dan perlu pinjaman untuk bertahan hidup, menggembungkan nilai asetnya dapat membantu mereka mendapatkan bantuan keuangan yang mereka butuhkan tetapi tidak dapat membantu bisnis menghasilkan keuntungan. Dalam hal ini, perusahaan mungkin lebih baik tidak mengambil pinjaman, tetapi menyadari bahwa mereka tidak dapat bertahan hidup. Dalam pasar volatile dengan fluktuasi harga yang tidak stabil, nilai wajar mungkin tidak seperti ide yang baik.Misalkan perusahaan ini adalah untuk menghargai aset mereka dengan nilai pasar saat ini dan menerima pinjaman karena itu. Apa yang terjadi ketika perusahaan default pada pinjaman mereka dan pada saat yang sama pasar crash menyebabkan semua aset perusahaan untuk penurunan nilai. Apakah ini tidak menjadi masalah bagi bank. Ketika nilai suatu perusahaan dalam terdiri dari aset yang dinilai berdasarkan nilai pasar saat ini mereka bukan apa yang mereka bayar untuk mereka, jelas bahwa perbedaan adalah materi. Nilai wajar dapat membantu hanya sebanyak itu bisa terluka. Hal ini sangat tergantung pada jenis aset yang dinilai dan apakah orang tahu bagaimana menggunakannya. FASB mungkin harus menunda membuat aturan baru sampai mereka bisa datang dengan semacam pedoman sehingga orang mengerti kapan dan di mana untuk menggunakannya. Ketika nilai aset sebesar biaya perolehan, penyusutan tampaknya menjadi konsep sederhana. Jika perusahaan mulai menilai semua aset mereka pada nilai wajar, ini kemungkinan besar akan membuat masalah dengan penyusutan serta apresiasi aset. Sama seperti perusahaan ingin memanfaatkan hilangnya nilai aset, mereka ingin membayar pajak atas keuntungan yang diperoleh dari beberapa aset menghargai bahwa mereka biasanya tidak akan harus dilakukan jika pelaporan menurut nilai historis? Nilai historis dan nilai wajar keduanya telah sekitar untuk waktu yang lama. Apakah atau tidak untuk beralih permanen pada nilai wajar adalah sebuah keputusan penting untuk FASB untuk membuat. Semua sudut perlu ditutupi ketika mempertimbangkan saklar ini.
Sekarang bukan waktu yang baik bagi akuntansi publik. Kegagalan Enron menyebabkan adanya skeptivisme terhadap cara perusahaan menyiapkan laporan keuangan dan bagaimana auditor menguji reliabilitas dari laporan keuangan tersebut. Anderson sebaga kantor akuntan publik yang mengaudit Enron harus bertanggung jawab dan telah terbukti bersalah menyebabkan bangkrutnya perusahaan tersebut. Faktanya, manipulasi akuntansi sekarang terlihat biasa bahwa banyak orang setuju dengan penelitian Stewart (pada artikel sebelumnya) yang menyatakan bahwa hampir setiap perusahaan membelokkan peraturan akuntansi untuk meratakan laba dan memenuhi ekspektasi analis. Dalam usaha untuk mengatasi pelanggaran akuntansi dan mengembalikan kredibilitas akuntan publik, Sarbanes-Oxley Act of 2002 membentuk Public Company Accounting Oversight Board yang berwenang menentukan peraturan baru atas akuntan publik independen yang mengaudit perusahaan yang telah mempublik. Stewart lebih menyalahkan sistem akuntansi daripada manajer perusahaan atau auditor. Sumber dari segala malpraktek adalah akuntansi terlalu jauh dari nilai; tidak lagi menghitung yang seharusnya dihitung. Publik membutuhkan laba yang memberikan arah yang handal untuk nilai intrinsik. Stewart menawarkan perubahan mendasar pada misi akuntan yaitu pengukuran dan pelaporan laba ekonomik (economic profit). Walaupun demikian, “economic profit” yang dimaksud oleh Stewart bukanlah definisi menurut ahli ekonomi. Sir John Hicks, mendefinisikan laba ekonomi adalah perbedaan antara nilai sekarang aset dikurangi kewajiban pada awal dan akhir perioda, disesuaikan dengan tambahan investasi oleh atau pengeluaran kepada pemilik selama perioda tersebut. Sedangkan konsep economic profit menurt Stewart adalah suatu aliran yang berkelanjutan (sustainable flow) atau yang biasa disebut sebagai Economic Value Added (EVA). Stewart mengajukan beberapa reformasi penting yang harus dimasukkan ke GAAP. Mungkin yang paling penting, Stewart memisahkan untung dan rugi atas dana pensiun dari biaya pensiun tahunan. Selain itu, menyajikan oportunity cost of employee stock option sebagai biaya. Tapi penulis juga tidak setuju dengan reformasi secara komprehensif atas GAAP Accounting. Penulis setuju bahwa angka-angka dalam GAAP accounting memiliki keterbatasan bagi investor yang ingin mengetahui nilai ekonomik dari perusahaan atau untuk manajer yang berusaha untuk berinvestasi akan meningkatkan nilai dan keputusan operasi. Meskipun Penulis menolak sebagian besar usulan stewart, penulis menyarankan bahwa banyak perusahaan akan lebih bernilai jika GAAP tradisional dilengkapi informasi tambahan atas laba ekonomik (akan kelihatan lebih cantik) seperti definisi stewart. Dalam hal bahwa sebuah perusahaan memiliki masalah kredit dalam ekonomi bermasalah, penggunaan akuntansi nilai wajar bisa menguntungkan mereka.Pada saat yang sama jika ekonomi stabil dan nilai dari segala sesuatu secara signifikan turun, ini akan menjadi masalah lain. Penggunaan nilai wajar secara drastis dapat membantu perusahaan mendapatkan disetujui untuk pinjaman, namun, jika perusahaan melakukan mengerikan dan perlu pinjaman untuk bertahan hidup, menggembungkan nilai asetnya dapat membantu mereka mendapatkan bantuan keuangan yang mereka butuhkan tetapi tidak dapat membantu bisnis menghasilkan keuntungan. Dalam hal ini, perusahaan mungkin lebih baik tidak mengambil pinjaman, tetapi menyadari bahwa mereka tidak dapat bertahan hidup. Dalam pasar volatile dengan fluktuasi harga yang tidak stabil, nilai wajar mungkin tidak seperti ide yang baik.Misalkan perusahaan ini adalah untuk menghargai aset mereka dengan nilai pasar saat ini dan menerima pinjaman karena itu. Apa yang terjadi ketika perusahaan default pada pinjaman mereka dan pada saat yang sama pasar crash menyebabkan semua aset perusahaan untuk penurunan nilai. Apakah ini tidak menjadi masalah bagi bank. Ketika nilai suatu perusahaan dalam terdiri dari aset yang dinilai berdasarkan nilai pasar saat ini mereka bukan apa yang mereka bayar untuk mereka, jelas bahwa perbedaan adalah materi. Nilai wajar dapat membantu hanya sebanyak itu bisa terluka. Hal ini sangat tergantung pada jenis aset yang dinilai dan apakah orang tahu bagaimana menggunakannya. FASB mungkin harus menunda membuat aturan baru sampai mereka bisa datang dengan semacam pedoman sehingga orang mengerti kapan dan di mana untuk menggunakannya. Ketika nilai aset sebesar biaya perolehan, penyusutan tampaknya menjadi konsep sederhana. Jika perusahaan mulai menilai semua aset mereka pada nilai wajar, ini kemungkinan besar akan membuat masalah dengan penyusutan serta apresiasi aset. Sama seperti perusahaan ingin memanfaatkan hilangnya nilai aset, mereka ingin membayar pajak atas keuntungan yang diperoleh dari beberapa aset menghargai bahwa mereka biasanya tidak akan harus dilakukan jika pelaporan menurut nilai historis? Nilai historis dan nilai wajar keduanya telah sekitar untuk waktu yang lama. Apakah atau tidak untuk beralih permanen pada nilai wajar adalah sebuah keputusan penting untuk FASB untuk membuat. Semua sudut perlu ditutupi ketika mempertimbangkan saklar ini.
Sesuai dengan roadmap konvergensi
PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini
Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya
melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per
1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS.
Berikut saya sajikan sasaran
konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) IAI:
Tahap Adopsi
(2008 – 2010) |
Tahap Persiapan Akhir
(2008 – 2010) |
Tahap Implementasi
(2008 – 2010) |
Adopsi seluruh IFRS ke PSAK
|
Penyelesaian persiapan
infrastruktur yang diperlukan
|
Penerapan PSAK berbasis IFRS
secara bertahap
|
Persiapan infrastruktur yang
diperlukan
|
Penerapan secara bertahap beberapa
PSAK berbasis IFRS
|
Evaluasi dampak penerapan PSAK
secara komprehensif
|
Evaluasi dan kelola dampak adopsi
terhadap PSAK yang berlaku
|
Jika kita bandingkan antara semua
standar akuntansi yang dimiliki Indonesia dengan IFRS, dengan jelas kita
temukan perbedan kuantitas sebagai berikut:
PSAK
|
IFRS
|
43 Standards (PSAK)
8 Syari’ah Standard 11 Interpretation (ISAK) 4 Technical Bulletins 1 SAK ETAP (Entitas tanpa akuntanbilitas publik/UKM) |
37Standards
-8 IFRS - 29 IAS 27 Interpretation 16 IFRIC Interpretation 11 SIC |
Di Indonesia juga masih terdapat
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang masih mengacu pada PSAK lama.
Kemungkinan besar setelah konvergensi PSAK ke IFRS akan menyusul perubahan pada
SAP.
Tidak semua standar IFRS tersebut
diatas dicontek habis dan dirubah menjadi PSAK, itulah mengapa IAI memilih
konvergensi dari para adaption dan adoption. Sedikit gambaran
saja untuk membedakan ketiga istilah tersebut saya jelaskan dalam tabel
berikut:
Perbedaan
|
Adaption
|
Convergence
|
Full Adoption
|
Arti harafiah
|
Adaptasi/Penyelarasan
|
Pertemuan pada suatu titik
|
Adopsi/pemakaian
|
Standart akuntansi
|
Membuat standar yang benar benar
baru
|
Membuat standar baru dengan
mempertimbangkan keadaan yang berlaku
|
Mentranslet standar lama menjadi
standar baru
|
Contoh Negara
|
Indonesia sebelum IFRS
|
Indonesia setelah 2012
|
Australia, Hongkong
|
Mengutip pernyataan Prof Indra
Wijaya dalam orasi ilmiah pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada, beliau mengatakan: “Indonesia mengadopsi secara
penuh seperti Australia sangat tidak mungkin, adopsi yang mungkin adalah
Mengadopsi IFRS berkarakteristik Indonesia yang lebih bersifat taylor-made
namun memenuhi kebutuhan internasional serta dapat melepaskan diri dari tekanan
dunia internasional”. Pernyataan itulah yang lebih tepat menjelaskan istilah
konvergensi bagi Indonesia.
Berikut saya sajikan perkembangan
konvergensi PSAK ke IFRS sampai dengan saat ini:
PSAK/ISAK yang berlaku efektif 2008
-2010
No
|
PSAK/ISAK
|
Ref
|
Issued
|
Effective Date
|
1
|
PSAK 13 Properti Investasi
|
IAS 40
|
2007
|
1-Jan-08
|
2
|
PSAK 16 Aset Tetap
|
IAS 16
|
2007
|
1-Jan-08
|
3
|
PSAK 30 Sewa
|
IAS 17
|
2007
|
1-Jan-08
|
4
|
PSAK 14 Persediaan
|
IAS 2
|
2008
|
1-Jan-09
|
5
|
PSAK 26 Biaya Pinjaman
|
IAS 23
|
2008
|
1-Jan-10
|
6
|
PSAK 50 Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan
|
IAS 32
|
2006
|
1-Jan-10
|
7
|
PSAK 55 Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran
|
IAS 39
|
2006
|
1-Jan-10
|
8
|
ISAK 8 Penentuan Apakah Suatu
Perjanjian Mengandung Suatu Sewa dan Pembahasan Lebih Lanjut Ketentuan
Transisi
|
IFRIC 4
|
2007
|
Sep-10
|
PPSAK (Pencabutan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan)/ISAK yang berlaku efektif 2008 -2010
No
|
PSAK/ISAK
|
Issued
|
Effective Date
|
|
1
|
PPSAK No.1
|
Pencabutan:
PSAK 32: Akuntansi Kehutanan PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol |
2009
|
1-Jan-10
|
2
|
PPSAK No.2
|
Pencabutan:
PSAK 41: Akuntansi Waran PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang |
2009
|
1-Jan-10
|
3
|
PPSAK No.3
|
Pencabutan:
PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang Bermasalah |
2009
|
1-Jan-10
|
4
|
PPSAK No.4
|
Pencabutan:
PSAK 31: Akuntansi Perbankan PSAK 43: Akuntansi Perusahaan Efek |
2009
|
1-Jan-10
|
5
|
PPSAK No.5
|
Pencabutan:
ISAK 06: Interpretasi atas Par.12 dan 16 PSAK 55 (1999) Tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing |
2009
|
1-Jan-10
|
PSAK yang berlaku efektif per 1
Januari 2011
No
|
PSAK
|
Ref
|
1
|
PSAK 1
Penyajian Laporan Keuangan |
IAS 1
Presentation of Financial Statement |
2
|
PSAK 2
Laporan Arus Kas |
IAS 7
Statement of Cash Flow |
3
|
PSAK 3
Laporan Keuangan Interim |
IAS 34
Interim Financial Reporting |
4
|
PSAK 4
Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri |
IAS 27
Consolidated and Separated Financial Statement |
5
|
PSAK 5
Segen Operasi |
IFRS 8
Segment Reporting |
6
|
PSAK 7
Pengungkapan Pihak-pihak yang Berelasi |
IAS 24
Related Party Disclosures |
7
|
PSAK 12
Bagian Partisipasi Dalam Ventura Bersama |
IAS 31
Interest in Joint Ventures
|
8
|
PSAK 15
Investasi Pada Entitas Asosiasi |
IAS 28
Investment in Associates |
9
|
PSAK 19
Aset Tak Berwujud |
IAS 38
Intangible Assets |
10
|
PSAK 22
Kombinasi Bisnis |
IFRS 3
Business Combination |
11
|
PSAK 23
Pendapatan |
IAS 18
Revenue |
12
|
PSAK 25
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi & Kesalahan |
IAS 8
Accounting Policies, Change in Accounting Estimated and Errors |
13
|
PSAK 48
Penurunan Nilai Aset |
IAS 36
Impairment of Assets |
14
|
PSAK 57
Provisi, Liabilitas Kontijensi & Aset Kontijensi |
IAS 37
Provisions, Contingent Liabilities |
15
|
PSAK 58
Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual & Operasi yang Dihentikan |
IFRS 5
Non-current Assets Held for sale and Discontinued Operations |
ISAK yang berlaku efektif per 1
Januari 2011
No
|
ISAK
|
Ref
|
1
|
ISAK 7
Konsoliasi Entitas Bertujuan Khusus |
SIC 12
Consolidation – Special Purposes Entities |
2
|
ISAK 9
Perubahan Atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi & Liabilitas Serupa |
IFRIC 1
Change in Existing Decommissioning, Restoration and Similar Liabilities |
3
|
ISAK 10
Program Loyalitas Pelanggan |
IFRIC 13
Customer Loyalty Programs |
4
|
ISAK 11
Distribusi Aset Non Kas Kepada Pemilik |
IFRIC 17
Distributions of Non-Cash Assets to Owners |
5
|
ISAK 12
Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer |
SIC 13
Jointly Controlled Entities – Non Monetary Contributions by Venturers |
6
|
ISAK 14
Aset Tak Berwujud: Biaya Situs Web |
SIC 32
Intangible Assets – Web Site Costs |
PSAK yang berlaku efektif per 1
Januari 2012
No
|
PSAK
|
Ref
|
1
|
PSAK 8
Peristiwa Setelah Tanggal Neraca |
IAS 10
Event After Balance Sheet Date |
2
|
PSAK 10
Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing |
IAS 21
The Effect of Change in Foreign Exchange Rates |
3
|
PSAK 34
Akuntansi Kontrak Konstruksi |
IAS 11
Construction Contact |
4
|
PSAK 46
Akuntansi Pajak Penghasilan |
IAS 12
Income Taxes |
5
|
PSAK 24
Imbalan Kerja |
IAS 19
Employee Benefit |
6
|
PSAK 18
Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya |
IAS 26
Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans |
7
|
PSAK 56
Laba per Saham |
IAS 33
Earnings per Share |
8
|
PSAK 53
Pembayaran Berbasis Saham |
IFRS 2
Share-based payment |
9
|
PSAK 28
Akuntansi Akuntansi Kerugian |
IFRS 4
Insurance Contract |
10
|
PSAK 36
Akuntansi Akuntansi Jiwa |
|
11
|
PSAK 29
Akuntansi Minyak dan Gas Bumi |
IFRS 6
Exploration for and Evaluation of Mineral Resources |
12
|
New PSAK (ED PSAK 60)
|
IFRS 7
Financial Instrument: Disclosure |
13
|
New PSAK (ED PSAK 61)
|
IAS 20
Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Grant |
14
|
New PSAK (ED PSAK 63)
|
IAS 29
Financial Reporting in Hyper Inflationary |
15
|
New PSAK
|
IAS 41
Agriculture |
ISAK yang berlaku efektif per 1
Januari 2012
No
|
PSAK
|
Ref
|
1
|
ISAK 13
Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri |
IFRIC 16
Hedges of Net Investment in a Foreign Operation |
2
|
ED ISAK 16
Perjanjian Konsesi Jasa |
IFRIC 12
Service Concession Arrangements |
3
|
ED ISAK 15
PSAK 24 – Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya |
IFRIC 14
IAS 19 – The Limit on a Defined benefit Asset, Minimum Funding Requirement and their Interaction |
4
|
ED ISAK 17
Laporan keuangan Interim dan penurunan Nilai |
IFRIC 10
Interim Financial Reporting and Impairment |
PSAK akan dicabut, dikaji dan
direvisi berlaku efektif per 1 Januari 2012
No
|
PSAK
|
Ref
|
1
|
PSAK 21 Ekuitas
|
Akan dicabut
|
2
|
PSAK 27 Akuntansi Koperasi
|
Akan dicabut
|
3
|
PSAK 38 Restrukturisasi Entitas
Sepengendali
|
Masih dikaji
|
4
|
PSAK 44 Aktivitas pengembangan
Real Estat
|
Masih dikaji, kemungkinan diganti
IFRIC 15
|
5
|
PSAK 51 Kuasi Reorganisasi
|
Masih dikaji
|
6
|
PSAK 45 Akuntansi Entitas Nirlaba
|
Direvisi
|
7
|
PSAK 47 Akuntansi Tanah
|
Masih dikaji
|
8
|
PSAK 39 Akuntansi Kerjasama
Operasi
|
Masih dikaji
|
Sumber : http://dhikajirolu.blogspot.com/2012/04/konvergensi-psak-ke-ifrs.html
http://baimsangadji.blogspot.com/
http://akuntansibisnis.wordpress.com/2011/01/06/perkembangan-konvergensi-psak-ke-ifrs/
http://kimiramaki.blogspot.com/2012/04/konvergensi-psak-ke-ifrs.html
http://theinspiringblog.blogspot.com/2011/02/konvergensi-ifrs-international.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar